Dwi panuntun Dwi panuntun Author
Title: Hasil Diskusi Pertama
Author: Dwi panuntun
Rating 5 of 5 Des:
Lahir 3 Mei 1469 Florence , Italia Meninggal 21 Juni 1527 Florence , Italia Pekerjaan F...


Lahir
Meninggal
Pekerjaan
Aliran sastra
Renaissance philosophy, Realisme, Classical Republicanism
Tema

Teori Politik Paham Kekuasaan Niccolo Machiavelli

            Dalam Kehidupan sehari-hari, kita pasti tidak awam lagi dengan apa yang namanya “POLITIK”, hampir diseluruh penjuru Dunia baik di kehidupan perkotaan, maupun di pedesaan. Politik itu seolah-olah sudah menjadi darah daging di tubuh kehidupan ini, contohnya dari hal yang terkecil saja seperti didalam lingkungan sekolah (Pemilihan Ketua Kelas, Ketua Kampus), maupun dilingkungan masyarakat (Pemilihan Ketua RT/RW bahkan Kepala Desa) sampai kejenjang yang lebih tinggi Pemilihan Kepala Negara semuanya berkecimpung dengan POLITIK.
            Lalu? Bagaimana sistem atau paham yang di gunakan dalam Politik? Sebelum menjawab, Kita bayangkan seolah-olah kita berada dalam situasi atau ruang yang saat itu sedang melakukan sebuah pemilihan Ketua suatu organisasi atau Pemerintah. Dimana keadaan yang terjadi sekarang ini adalah kebanyakan seorang Ketua itu dipilih bukan karena dukungan dari semua lapisan yang berbeda namun dukungan dari sebuah kelompok tertentu ataupun karena dirinya sendiri yang mengajukan dengan tujuan untuk merebut “Kekuasaan”.
            Sebuah Kekuasaan itu ternyata telah diteliti oleh para ahli sehingga menjadikannya sebuah teori tentang paham-paham kekuasaan Sebut saja diantaranya :
1.      Paham Machiavelli (Abad XVII)
2.      Paham Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
3.      Paham Jenderal Clausewitz (Abad XVIII)
4.      Paham Feuerbach dan Hegel
5.      Paham Lenin ( Abad XIX)
6.      Paham Lucian W. Pye dan Sidney
Dari 6 Paham Kekuasaan, kita mengupas salah satu paham kekuasaan yaitu Paham Kekuasaan teori  yang dikemukakan oleh Machiavelli.
Niccolo Machiavelli sebut saja (Chiavelli),  yang mengemukakan teorinya dalam sebuah bukunya yang berjudul “ The Prince”, Machiavelli memberikan pesan tentang cara membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan kokoh. Didalamnya terkandung beberapa beberapa postulat dan cara pandang tentang bagaimana memelihara kekuasaan politik.
Menurut Chiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan dahlil-dahlil berikut :  Pertama, segala cara dihalalkan untuk menjaga/merebut kekuasaan rezim; kedua, politik adu domba (“ divide et impera”) adalah sah; dan ketiga, dalam dunia politik ( yang disamakan dengan kehidupan binatang buas), yang kuat pasti dapat bertahan dan menang. Artinya merebut moral-moral untuk mempertahankan nilai-nilai.
Ibaratnya saja seperti sifat Rubah “Kelicikan” dan sifat Harimau “Kekuasaa/menghancurkan”, keduanya sangat melekat menjadi satu dalam teori kekuasaan yang dikemukakan oleh Machiavelli tersebut. Semasa Machiavelli hidup, buku “ The Prince “ dilarang beredar oleh Sri Paus karena dianggap amoral. Tetapi setelah Machiavelli meninggal, buku tersebut menjadi sangat laku dan dipelajari oleh orang-orang serta dijadikan pedoman oleh banyak kalangan politisi dan para elite politik. Hingga jadilah banyak para pengikut-pengikut Machiavelli yang disebut “ Machiavellious” ucap ketika kami di saat berdiskusi.
Dan semua itu menjadikan bahan diskusi saya dan teman-teman, bahwa kenyataannya sekarang ini tanpa kita sadari kita telah melakukan apa yang telah dikemukakan oleh si Machiavelli itu. Apalagi, dalam dunia Politik pasti teori-teori tentang Chiavelli itu akan dilakukan. Apakah anda setuju kalau kita melakukan teori si Machiavelli?
Untuk orang-orang baik mungkin akan menjawab. TIDAK!!! Kenapa? Karena hanya ingin memiliki kekuasaan tapi dengan cara kelicikan, menghalalkan segala cara. Namun dalam diskusi saya dan teman-teman sangatlah setuju, Tapi dengan catatan.
Teori yang dikemukakan oleh si Machiavelli dapat kita terapkan oleh orang-orang baik, emang itulah tujuannya. Dari hasil diskusi kami menyebutnya dengan “Machiavellious Syariah”. Kenpa demikian? Iya karena dengan ini mungkin kita telah pernah mendengar apa kata Bapak/Ibu guru kita ketika kita duduk di sekolah, bahwa ambillah ilmu atau kata-kata yang baik-baik saja sedangkan yang tidak kita buang. Betul Bukan?
Itu lah, kalo kita emang orang yang baik, janganlah langsung menolak kata-kata yang tidak baik itu, tapi harus kita kaji benar-benar mungkin ada yang bisa kita pakai ilmunya setidaknya hanya 0,1% saja, kan Lumayan.
Coba saja kalo kita baik, tapi ga ada tindakannya. Hanya sukanya menghakimi orang yang ketika salah saja tanpa kita mengkaji apa penyebabnya dia salah dan seterusnya sampai pada titik penyebabnya. Begitupun pada politik, kalau kita orang baik hanya saja maunya menonton, mendengar hal-hal yang terjadi di pemerintahannya, namun kita hanya menyalahkan-menyalahkan tanpa kita bisa merasakan bagaimana rasanya ketika kita berada di posisinya, apakah kita juga akan demikian?
Maka dari itu buat saudara-saudaraku setanah air Indonesia, marilah kita bersama-sama saling memperbaiki diri kita sendiri sebelum kita menyalahkan atau mencemooh orang lain. Apakah kita sudah pada posisi yang Benar?
Terimakasih telah membaca artikel ini, semoga bermanfaat bagi saya, anda dan semuanya. Mohon Kritik dan Sarannya.  J
#Semogakausukses

Sumber referensi :
2..    Buku Pendidikan Kewarganegaraan.Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jl.Palmerah Selatan   24-26 Lt.6 Jakarta 10270

About Author

Post a Comment

Advertisement

Advertisement

Komentar

Dapatkan comment widget ini di sini
 
Top