Lahir
|
|
Meninggal
|
|
Pekerjaan
|
|
Aliran
sastra
|
Renaissance
philosophy, Realisme, Classical
Republicanism
|
Tema
|
|
Teori Politik Paham Kekuasaan Niccolo Machiavelli
Dalam
Kehidupan sehari-hari, kita pasti tidak awam lagi dengan apa yang namanya “POLITIK”,
hampir diseluruh penjuru Dunia baik di kehidupan perkotaan, maupun di pedesaan.
Politik itu seolah-olah sudah menjadi darah daging di tubuh kehidupan ini, contohnya
dari hal yang terkecil saja seperti didalam lingkungan sekolah (Pemilihan Ketua
Kelas, Ketua Kampus), maupun dilingkungan masyarakat (Pemilihan Ketua RT/RW
bahkan Kepala Desa) sampai kejenjang yang lebih tinggi Pemilihan Kepala Negara
semuanya berkecimpung dengan POLITIK.
Lalu? Bagaimana sistem atau paham yang
di gunakan dalam Politik? Sebelum menjawab, Kita bayangkan seolah-olah kita
berada dalam situasi atau ruang yang saat itu sedang melakukan sebuah pemilihan
Ketua suatu organisasi atau Pemerintah. Dimana keadaan yang terjadi sekarang
ini adalah kebanyakan seorang Ketua itu dipilih bukan karena dukungan dari
semua lapisan yang berbeda namun dukungan dari sebuah kelompok tertentu ataupun
karena dirinya sendiri yang mengajukan dengan tujuan untuk merebut “Kekuasaan”.
Sebuah Kekuasaan itu ternyata telah
diteliti oleh para ahli sehingga menjadikannya sebuah teori tentang paham-paham
kekuasaan Sebut saja diantaranya :
1. Paham
Machiavelli (Abad XVII)
2. Paham
Kaisar Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
3. Paham
Jenderal Clausewitz (Abad XVIII)
4. Paham
Feuerbach dan Hegel
5. Paham
Lenin ( Abad XIX)
6. Paham
Lucian W. Pye dan Sidney
Dari
6 Paham Kekuasaan, kita mengupas salah satu paham kekuasaan yaitu Paham
Kekuasaan teori yang dikemukakan oleh
Machiavelli.
Niccolo Machiavelli sebut saja (Chiavelli), yang mengemukakan teorinya dalam sebuah bukunya
yang berjudul “ The Prince”, Machiavelli memberikan pesan tentang cara
membentuk kekuatan politik yang besar agar sebuah negara dapat berdiri dengan
kokoh. Didalamnya terkandung beberapa beberapa postulat dan cara pandang
tentang bagaimana memelihara kekuasaan politik.
Menurut Chiavelli, sebuah negara akan bertahan apabila menerapkan
dahlil-dahlil berikut : Pertama, segala
cara dihalalkan untuk menjaga/merebut kekuasaan rezim; kedua, politik adu domba
(“ divide et impera”) adalah sah; dan
ketiga, dalam dunia politik ( yang disamakan dengan kehidupan binatang buas),
yang kuat pasti dapat bertahan dan menang. Artinya merebut moral-moral untuk
mempertahankan nilai-nilai.
Ibaratnya saja seperti sifat Rubah “Kelicikan”
dan sifat Harimau “Kekuasaa/menghancurkan”,
keduanya sangat melekat menjadi satu dalam teori kekuasaan yang dikemukakan
oleh Machiavelli tersebut. Semasa Machiavelli hidup, buku “ The Prince “ dilarang beredar oleh Sri Paus karena dianggap
amoral. Tetapi setelah Machiavelli meninggal, buku tersebut menjadi sangat laku
dan dipelajari oleh orang-orang serta dijadikan pedoman oleh banyak kalangan
politisi dan para elite politik. Hingga jadilah banyak para pengikut-pengikut
Machiavelli yang disebut “ Machiavellious” ucap ketika kami di saat berdiskusi.
Dan semua itu menjadikan bahan diskusi saya dan teman-teman, bahwa
kenyataannya sekarang ini tanpa kita sadari kita telah melakukan apa yang telah
dikemukakan oleh si Machiavelli itu. Apalagi, dalam dunia Politik pasti
teori-teori tentang Chiavelli itu akan dilakukan. Apakah anda setuju kalau kita melakukan teori
si Machiavelli?
Untuk orang-orang baik mungkin akan menjawab. TIDAK!!! Kenapa? Karena
hanya ingin memiliki kekuasaan tapi dengan cara kelicikan, menghalalkan segala
cara. Namun dalam diskusi saya dan teman-teman sangatlah setuju, Tapi dengan
catatan.
Teori yang dikemukakan oleh si Machiavelli dapat kita terapkan oleh
orang-orang baik, emang itulah tujuannya. Dari hasil diskusi kami menyebutnya
dengan “Machiavellious Syariah”. Kenpa demikian? Iya karena dengan ini mungkin
kita telah pernah mendengar apa kata Bapak/Ibu guru kita ketika kita duduk di
sekolah, bahwa ambillah ilmu atau kata-kata yang baik-baik saja sedangkan yang
tidak kita buang. Betul Bukan?
Itu lah, kalo kita emang orang yang baik, janganlah langsung menolak
kata-kata yang tidak baik itu, tapi harus kita kaji benar-benar mungkin ada
yang bisa kita pakai ilmunya setidaknya hanya 0,1% saja, kan Lumayan.
Coba saja kalo kita baik, tapi ga ada tindakannya. Hanya sukanya
menghakimi orang yang ketika salah saja tanpa kita mengkaji apa penyebabnya dia
salah dan seterusnya sampai pada titik penyebabnya. Begitupun pada politik,
kalau kita orang baik hanya saja maunya menonton, mendengar hal-hal yang
terjadi di pemerintahannya, namun kita hanya menyalahkan-menyalahkan tanpa kita
bisa merasakan bagaimana rasanya ketika kita berada di posisinya, apakah kita
juga akan demikian?
Maka dari itu buat saudara-saudaraku setanah air Indonesia, marilah kita
bersama-sama saling memperbaiki diri kita sendiri sebelum kita menyalahkan atau
mencemooh orang lain. Apakah kita sudah pada posisi yang Benar?
Terimakasih
telah membaca artikel ini, semoga bermanfaat bagi saya, anda dan semuanya.
Mohon Kritik dan Sarannya. J
#Semogakausukses
Sumber
referensi :
2.. Buku Pendidikan Kewarganegaraan.Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama,
Jl.Palmerah Selatan 24-26 Lt.6 Jakarta 10270