Dwi panuntun Dwi panuntun Author
Title: Empatisme pemuda Negeri
Author: Dwi panuntun
Rating 5 of 5 Des:
Empatisme pemuda Negeri “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 Pemuda,  niscaya akan kug...
Empatisme pemuda Negeri

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 1 Pemuda,  niscaya akan kugoncangkan dunia.”
Kalimat suntikan semangat bersejarah itulah yang seringkali saya dengar dari Narasumber saat mengikuti kegiatan seminar tentang kepemudaan. Dengan penyampaian retorika yang penuh semangat, membuat  hati menggebu-gebu. Itu saja baru narasumber yang menyampaikan.
“Bagaimana jika bung Karno langsung yang menyampaikannya?” Pasti, akan menggetarkan semua isi jagat raya, begitu juga yang dirasakan oleh para pemuda Indonesia di waktu itu. Lalu, “Bagaimana dengan pemuda sekarang? Apakah hanya sekedar menjadikannya sejarah?.” Bung Karno pernah menyampaikan yaitu Jasmerah (Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah).
“Masih ingat lagu Bangun pemudi-pemuda?” mungkin hanya segelintir pemuda  yang hafal dan tahu lirik lagu ini, kebanyakan sudah  lupa. Padahal ini lagu yang menguatkan rasa nasionalisme pemuda Indonesia.
Masalah lain, dollar melambung tinggi melemahkan nilai rupiah, ribuan orang di PHK, buruh pabrik menjadi pengangguran, home industry mulai pada tutupan, masyarakat menjerit.
  Belum lagi, akhir tahun 2015 akan di hadapkan dengan pasar bebas Asean, dimana orang luar berbondong-bondong menjajah di seluruh pelosok negeri kepulauan ini. Mulai dari buruh sampai dengan tenaga kerja profesi. Lalu, “Pemuda mau ngapain? Hanya duduk diam?
Sekarang, bukan waktunya lagi pemuda untuk duduk nongkrong di sevel, begadang tidak jelas yang tidak ada hasilnya, merajakan produk-produk impor. Peran pemuda telah ditunggu oleh masyarakat, untuk menebus segala keterlenaan. Namun, masalah itu tak perlu ditakuti atau dihindari, akan tetapi untuk dihadapi. “Memecahkan masalah tanpa masalah”, motto Pegadaian. Lalu, “Bagaimana caranya?
Pertama, saya dapatkan saat diskusi di kelas, bahwa pemuda yang baik harus terorganisir. karena, jika tidak terorganisir maka akan kalah dengan kejahatan yang terorganisir. Jadi, untuk memberikan perubahan bagi masyarakat harus mempunyai komunitas, yang dimana akan memperkuat secara internal jika terjadi pemberontak yang datang.
Kedua, bahwa telah terjadi pergeseran identitas masyarakat yang perlu diluruskan, “Wong jawa ora katon jawane”, istilahnya seperti itu. Keramah-tamahan, sopan-santun, gotong-royong yang jadi identitas orang Indonesia sudah mulai pudar. Ditambah lagi, masyarakat lebih memilih belanja di alfamart, indomart, dibanding beli di warung tetangga, dengan alasan karena lebih murah. Tanpa disadari, dengan belanja di mini market itu, uang rupiah akan lari ke luar negeri. Berbeda, jika beli di warung meskipun harganya sedikit mahal, tetapi uang akan berputar di dalam negeri.
Belanja di warung juga akan menguatkan tali silaturahmi dengan tetangga, “Bagaimana tidak?” pasti ngga hanya sekedar beli, tapi ada aja obrolan santainya. Beda kalau di mini market, yang di obrolin pasti hanya “Selamat Pagi?, 100 ribu rupiah saja, 200nya mau didonasikan?.” Begitu.
Ketiga, “Mengembangkan etos guru-murid, hendaknya mengajar sebagai guru dan belajar sebagai murid,” utaran K.H Ahmad Dahlan. Menularkan ilmu yang dimiliki oleh pemuda untuk pemberdayaan masyarakat.
Keempat, Pemuda sebagai penjembatan masyarakat. Dimana usaha Home Industri seperti jajanan ataupun handycraft, masyarakat bingung dalam hal pemasaran ataupun dalam inovasi produk. Nah, pemuda yang harus peka dalam hal ini karena, kita yang berpendidikan pasti punya ilmu dan jaringan, yang dimana bisa memberikan penyaluran pelatihan dengan mengajukan proposal ke dinas UKM Koperasi  atau Kementerian. Atau juga, dengan membantu memasarkan produknya, kebetulan ini yang sedang saya coba lakukan di Koperasi Mahasiswa. (DP_Lopment)




About Author

Post a Comment

Advertisement

Advertisement

Komentar

Dapatkan comment widget ini di sini
 
Top